Ketika saya masih kuliah, sekitar tahun 2006-an. Saya punya dosen favorit, Namanya Drs. Suharianto, (beliau sekarang sudah wafat, semoga Allah memudahkan jalannya). Beliau dosen yang sudah
sepuh, tapi masih enerjik dan cerdas, walaupun kuliahnya hanya sampai gelar dokterandes, tapi ilmu beliau bisa dikatakan lebih dari seorang profesor.
Tentunya bayak alasan mengapa saya mengidolakannya, di samping beberapa hal yang sudah saya sampaikan di atas, satu hal lagi yang paling saya suka dari beliau adalah, beliau tidak pernah telat masuk kelas. Lima menit sebelum jam kuliah biasanya beliau sudah duduk-duduk di kursi panjang yang ada di depan kelas. Sembari menunggu mahasiswanya masuk kelas, biasanya beliau memberikan banyak nasihat dan bercanda dengan mahasiswa-mahasiswa yang kebetulan juga sudah datang dan menunggu teman-temanya. Nasihat yang masih terngiang-ngiang di benak saya adalah nasihat berikut.
"
Tak kandani Cah, kowe kuwi dadi mahasiswa neng kene mesthi lulus, wes tho percaya karo aku, mesthi lulus, angger ora nemoni telung perkoro iki. Siji, kowe ora mati, loro ora urusan karo polisi sing nomer telu kowe ora mlayu-mlayu ngubengi kampus karo wuda ( telanjang** kerana gila ). Ning ( nanging ) opo yo kowe mung pengen waton lulus, terus mengko cengenges cepret, ngajak wong sak kampung nekani wisudamu, lak yo ora tho?!".
Dalam bahasa Indonesia kurang lebihnya seperti ini " Nak, saya beri tahu ya, kalian menjadi mahasiswa di sini pasti lulus, sudahlah percaya saya, pasti lulus asal tidak bertemu tiga perkara ini. satu kamu tidak mati, dua kamu tidak berurusan dengan polisi ( artinya berbuat kejahatan atau kriminal )yang nomor tiga kamu tidak berlari-lari keliling kampus dalam keadaan telanjang ( karena gila )". Tapi apa ya kalian hanya ingin asal lulus, terus berfoto-foto ( dalam bahasa unik beliau, cengenges cepret ), mengajak orang sekampung untuk mendatangi wisudamu, kan tidak demikian tho?!".
kalimat pertanyaan retoris yang terakhir itu cukup meresap dalam hatiku. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab dengan kata-kata, tapi dijawab dengan sikap selanjutnya dari mahasiswa. Apa yang dilakukan setelah itu adalah jawaban dari pertanyaan yang sudah dilontarkan. beliau menggiring mahasiswa untuk menjadi diri-sendiri, menentukan masa depan sendiri, beliau memahami benar bahwa mahasiswa adalah
agent of change yang hanya perlu diberi petunjuk dan tidak dituntun satu persatu. Nasihat ini terasa hanya seperti
guyonan tapi memiliki makna dalam yang memang sengaja dilontarkan untuk di-urai sendiri dan diambil saripatinya oleh mahasiswanya sendiri. Lontaran ini sebenarnya menunjukkan kecerdasan beliau dalam mendidik mahasiswanya.
Ada sebuah cerita lucu ketika kami sedang berkuliah dengan beliau. Seperti yang sudah saya katakan sebelumya bahwa beliau orang yang selalu
on time, selalu datang 5 menit sebelum bel masuk berbunyi dan menunggu mahasiswanya. perkuliahan sudah berlangsung sekitar 10 menit, tiba -tiba temen saya masuk dan meminta maaf kerana telat. terjadilah dialog lucu ini. ( temanku sebut saja Zaenal dan seorang anak perempuan namanya Vina ).
Zaenal datang dengan terburu-buru dari arah pintu mendatangi beliau,
Zaenal : " Maaf pak, saya telat,.."
Pak Suharianto : "
Yo aku wes ngerti tho Cah, nek Kowe telat!!,.. lha kowe Cah ndi le?!" ( Yo aku sudah tahu tho Nak, kalo kamu telat!!!,.. lha kamu asalmu dari mana Nak? )
Zaenal : "
Saking Parakan Pak .." ( dari Parakan Pak)
Pak Suharianto : "
Bali Wae kono, ngarit!!!!" ( Pulang aja sana merumput!!! )
tiba-tiba datang lagi satu mahasiswa cewek yang sama-sama telat.
Pak Suharianto : "
Wah, saiki malah ono cah ayu sing telat, rene-rene Nduk". ( Wah, sekarang malah ada anak cantik yang telat, sini-sini Nduk [nduk=Genduk, panggilan untuk gadis/ perempuan masih kacil atau yang belum nikah di jawa] )
Vina : " Maaf Pak, saya telat..".
Pak Suharianto : "
Iyo, aku wes ngerti tho Nduk, nek Kowe telat, tak takon yo, kowe bocah ngendi?"(Iya, saya sudah tahu kalau kamu telat, saya tanya ya, kamu anak mana?)
Vina : " Banjar Pak.."
Pak Suharianto : "
Oooo, Banjar, trus kok laju?" ( Oooo Banjar, Terus kamu pulang-pergi dari sana?)
Vina : "
Mboten Pak, kulo ngekos". ( tidak, Pak, saya indekos )
Pak Suharianto : "
Oo ngekos, neng ngisor opo neng ngendi?". ( oo indekos, di bawah ( Semarang ) atau di mana?)
Vina : " Di Sekaran Pak".
Pak Suharianto : "
LhOooooo Sekaran, dadi kowe mangkat ki mau mbrangkang opo ngrayap??!!". ( lhooo, Sekaran, jadi kamu berangkat tadi merangkak atau merayap??!!).
Kami " Grrrr wahahahaha ".
kami semua jadi tertawa yang awalnya tegang jadi lucu, memang beliau paling tidak suka dengan anak yang datang telat, banyak nasihat dari perilaku dan lontaran-lontaran konyol bermakna dari beliau. Beliau menginginkan agar mahasiswanya bener-bener mencari ilmu, tidak sekadar masuk dan mengisi daftar hadir.